Warnanya jingga menyala, rasanya manis asam, buahnya tidak berbiji,
ukurannya lumayan jumbo bisa mencapai 1 kg per buah. Di negara asalnya
dikenal dengan nama jeruk dekopon, walaupun sebenarnya nama ini adalah
sebuah merek dagang untuk menyebut jeruk asal Kumamoto. Namun sudah
kadung terkenal sebagai nama generik bagi jeruk ini.
Jeruk dekopon memiliki ciri khas pangkal buah yang menyembul seperti
buah pir. Buah ini dikembangkan pertama kali di Jepang sekitar tahun
1972. Jeruk dekopon merupakan silangan dari jeruk ponkan dan kiyomi.
Jeruk ini menjadi populer karena bentuk dan rasanya. Di Jepang sendiri
harganya lumayan tinggi, bila dirupiahkan bisa mencapai Rp. 90 ribu per
buah.
Jeruk dekopon telah diekspor ke mana-mana. Bahkan saat ini beberapa
negara berhasil membudidayakan tanaman ini. Di Brasil jeruk ini bernama
kinsei, di Korea Selatan dikenal dengan nama
halabong, dan di Amerika Serikat disebut
sumo. Di Indonesia sendiri jeruk ini dikenal dengan nama dekopon.
Di Indonesia, jeruk dekopon baru dikembangkan tahun 2014 lalu. Saat
ini petani jeruk di Desa Lebak Muncang, Ciwidey, Bandung, sudah ada yang
bisa memanennya. Produktivitasnya pun lumayan, dalam satu pohon bisa
dihasilkan 15-25 kg dalam satu musim panen. Petani menyukai jeruk ini
karena hamanya belum banyak, buahnya besar-besar dan harganya pun di
atas jenis jeruk biasa.
Para petani tertarik dengan varitas jeruk baru ini. Budidayanya
relatif mudah dan gangguan hamanya belum banyak. Jeruk dekopon menyukai
suhu yang sejuk jadi lebih cocok ditanam di daerah dataran tinggi. Tidak
seperti di negeri asalnya, yang berwarna oranye terang, jeruk dekopon
asal Bandung ini berwarna lebih kuning dengan bagian pangkal berwarna
hijau.